Daisypath Anniversary tickers

Tuesday, 22 June 2010

Tujuh Belas Agustus (too early to be true)

Tujuh belas Agustus tahun empat lima itulah hari kemerdekaan kita!
Hari merdeka nusa dan bangsa hari lahirnya bangsa Indonesia, Mer-de-ka!

Hari Kemerdekaan bangsa ini jatuh pada tanggal 17 Agustus yang biasanya dirayakan jauh-jauh hari sebelum tujuh belas Agustus. Sepanjang ingatan saya, saya selalu ambil bagian dalam hiruk pikuk, gegap gempita persiapan perayaan peringatan kemerdekaan bangsa ini.

Waktu TK kami merayakannya dengan festival baju daerah. Hal yang paling saya ingat adalah ke toko penyewaan baju daerah. Ibu saya ingin putri cantiknya memakai pakaian adat Jawa. Baju adat Jawa dengan bahan bludru hitam, saya masi ingat, begitu panas, saya langsung berteriak "panaaassss...!~!!!" (waktu kecil itu kata favorit saya), akhirnya diganti dengan baju adat Jawa lainnya berupa kemben (agar lebih dingin).


Apakah saya tampak cantik? (Hell No! You Wish...)
Karena tidak bisa diam kembennya melorot kebawah (Hell..O I'm 4 years old girl, ain't got no boobs and the best part was...)

Setiap anak berjalan di depan kelas, kemudia menghormat di depan juri, (when it came my turn to take my first cat walk-ing)
saya berjalan (clueless)
semua menatap gemas (yes, i was one of the cutest chubby girl at school),
saya berjalan mentap bingung semua orang (i guess i was not sure what i'm doing)
sambil ngupil....
Jelas lah saya tidak dilahirkan untuk menjadi model.

Waktu SD dan SMP, saya selalu (wajib) ikut upacara bendera. Saya bukan penggemar upacara bendera. Bahkan ketika SMA upacara bendera adalah kewajiban untuk berdiri panas-panas, mengikuti protokol yang sama berulang-ulang. Waktu kelas 1 SMA (kelas I-1), tempat berdiri kelas saya tepat berada di bawah pohon (Yippie!), namun seiring meningkatnya kelas (kelas 2 dan 3) semakin bergeser ke kanan (TIDAK ADA POHON!). Melihat posisi semua orang saat upacara, hanya ada 2 group yang tidak kena panas, Paskibra (tertutup gedung kantin) dan Paduan Suara (tertutup pohon). Jadi dengan motifasi super idiot, saya masuk Paskibra (setelah sebelumnya mencoba Paduan Suara dan berselisih paham dengan ketua-nya dan saya sadar yang bernyanyi di depan bukan seluruh anggota paduan suara tapi hanya sebagian --> alah suara cempreng masalahnya!).

Selepas SMA, ternyata sebagai Mahasiswa Baru saya tidak dilepaskan dari kewajiban Upacara Bendera, tapi akhirnya saya bersedia karena ini adalah tugas mulia dan membangakan sebagai perwakilan kampus (dan ada uang jalannya YIPPIE!). Ini lah upacara bendera terakhir saya tahun 2004.

Oke, sudah 10 tahun berlalu sejak upacara bendera 17 Agustus terakhir. Setelah upacara terakhir itu, 17 Agustus dihabiskan dengan tidak melakukan apa-apa, tidak ikut merayakan 17-an dikomplek (alasannya pemuda komplek belagu), atau lomba di kampus (lombanya gak asik). Saya rindu terlibat dengan hiruk pikuk persiapan tujuh belasan. Saya bukan pula abdi negara, sehingga tidak ada kewajiban mengikuti upacara bendera.

Namun di tempat saya bekerja dalam rangka merayakan hari kemerdekaan bangsa, diadakan perlombaan persahabatan. Apakah saya ikut? Tentu saja, adalah hal yang membanggakan apabila kita bisa membela kantor bukan? (dan setiap latihan ada konsumsinya --> makan gratis!). Saya tidak hanya ikut satu, sampai 3 lomba (anak kos yang bahagia).

Terlepas dari lelombaan yang melelahkan dan dari tahun ke tahun konsumsinya semakin menurun. Saya benar-benar mempertanyakan, apa yang harusnya kita lakukan untuk merayakan kemerdekaan bangsa ini? Apakah harus upacara bendera? (berarti banyak yang tidak merayakan karena tidak semua orang wajib upacara bendera) Melakukan perlombaan dengan dana yang besar? (gembira apa gengsi bung?).

Hal yang saya ingat dan membekas dalam perayaan kemerdekaan adalah malam Sarasehan. Itu adalah acara SMA yang biasanya diadakan pada tanggal 16 Agustus malam. Kami seluruh murid baru dengan baju aneka profesi (dokter, tentara, guru dll) duduk di halaman tengah sekolah. Mendengarkan cerita para pahlawan perang (hey i was living in Hero City! There's plenty of them), dilanjutkan dengan perenungan dan berdoa untuk negeri ini. Mengapa malan ini sangat berkesan:
  1. Pemerintah tidak begitu menaruh perhatian pada pahlawan perang. Mereka adalah sejarah hidup (terlepas dari cerita ayah seorang teman "tentara yang masih hidup adalah yang sewaktu perang bersembunyi"; i always want to tell him "he's lucky to be alive and tell you story, om...");
  2. Banyak orang yang menggunakan pakaian guru. Tapi apakah mereka mau menjadi guru? Ternyata guru bukan profesi favorit di sekolah kami (yang katanya SMA unggulan) kalah pamor dari dokter, insinyur, lawyer (ehm!). Padahal guru memegang peranan penting dalam pembangunan SDM negeri ini (preet!). Kalau murid terbaik negeri ini tidak mau jadi guru, siapa yang jadi guru? (--> ini bukan generalisir, tapi terjadi di sebagian besar kasus ---> sok mbois deh gue);
  3. Saya menangis di bagian doa untuk negeri ini (yang berbicara Mas B atau Mas R, hey they really got me! -->cengeng!);
  4. Kue jajan pasarnya enak-enak (selalu mengambil bagian yang paling banyak);
  5. Di malam itu, mantan pacar (dulu pacar) menelpon dan mengajak bertemu (setalah satu tahun lebih LDR, dan tidak pernah bertemu) dan saya menolak untuk bertemu karena dia tidak memberitahu sebelumnya dia mau datang (i'm well organized kind of person --> preeettt; anyway i was wearing stupid *i forget what definitely not teacher* costume, there's no way i'm gonna meet him! --> pastinya menyesal kemudian --> see, why it didn't work out)

Pokoknya sangat berbekas acara sarasehan itu (terutama poin 4!)

Untuk acara tujuh belasan tahun ini, saya tidak merencanakan apa-apa. Tapi apa pun yang terjadi, mari berdoa dan berusaha yang terbaik untuk negeri ini.

Harapan itu masi ada! Semangattt! Dan tujuh belas Agustus masihhh lamaaaa!

DUA BULAN LAGI!

1 comment:

  1. ngupil? joroknyaaa...ayo mana nih cerita #obsat nya, blogger?

    ReplyDelete