Daisypath Anniversary tickers

Thursday 10 June 2010

Catper Bali III: Me and the Monkey

28 November 2010

Pagi hari yang cerah, kami turun untuk sarapan di Hotel. Restoran itu merupakan sebuah teras yang luas, dengan pemandangan lepas langsung ke kolam renang dan pantai. Teras ini dikelilingi kolam teratai yang cantik dan taman yang indah.

Makananya bervariasi, barat, asia, salad, cereal, buah. Oke dengan azas penghematan tingkat tinggi. Breakfast like a King (Secara maksi kita cukup setangkup sandwich saja). Jadi dimulai dengan omlette, asian section, meat section, dst (kita makan berkali-kali ngambil) ditutup dengan buah dan cereal. Ups, sayang sekali sodara-sodara ternyata cereal (susu tepatnya) membuat perut bergejolak. Sehingga sarapan nikmat ini harus diakhiri.


Oke hari ini, kita sewa mobil jadi Sayonara Panas! (Seperti tagline artis paporit Kaki Berbulu yang sex tape-nya lagi heboh di media). Hehehe. Mobil pukul 10 pagi sudah diantar ke Hotel. Rencana hari ini adalah kita ingin mengunjungi Ubud, Desa Ubud yang dikenal dengan desa seni. Oke, peta ditangan siap (ternyata peta itu skala besar-peta pulau bali), jadilah kita bergantung pada GPS BB dan tanya-tanya orang di jalan.

Ubud adalah daerah pegunungan, lebih dingin, dengan banyak sawah di kiri dan kanan, plus toko lukisan. Sebenarnya pemandangan di Ubud ini sama seperti pemandangan jalan-jalan pedesaan (Misalnya, hanya pedesaan yang pernah dikunjungi Muka Lebar) di Gabus, Pati Jawa Tengah dan Glenmore atau desa-desa sekitarnya di Banyuwangi. Tapi di Ubud banyak toko lukisan, beberapa menjual patung dan ukir-ukiran atau pengrajin perak disepanjang jalan.

Road to Ubud (or it's Ubud already?)


Kami sebenarnya tidak punya rencana apa pun disini. Tapi kemudian entah mengapa kami menuju Sangeh, the Monkey Forest. Dengan membayar uang masuk terlebih dahulu (Ah lupa, berapa!) plus pisang seencrit seharga 10.000 IDR buat ngasi makan monyet-monyet. Kami masuk tanpa Guide (ternyata disarankan pake Guide). Oke monyet-monyet ini lucu, kalau pas lagi lucu. Pengalaman buruk terjadi ketika justru setelah si Kaki Berbulu berhasil mendekati monyet-monyet itu.


Terispirasi si Muka Lebar berusaha mendekati seekor monyet yang sedang makan, dan beginilah kejadiannya...

Muka Lebar: halo monyet kita foto yah...
(tersenyum super manis seraya membungkuk mendekati monyet)

Monyet: (berhenti makan.. memandang si Muka Lebar “Makhluk apa ini?”)
Muka lebar mendekat dan tiba-tiba


Monyet: Ngiiiiikkk.......! Isssshhhhh.. Iisssshhhh!
(menyeru sambil mengeluarkan semua giginya)
Muka Lebar:
Huaaaaa!!!!!!!!!!!!!!

Singkat kata it didn’t go well. Me and the Monkey are not meant to be together. Melihat gerakan monyet-monyet disini, memang ada beberapa yang menunjukan agresifitas berlebih, terutama ketika pada saat kami disana, ada para warga (pemelihara kuil?) yang memberi sesajen. Setelah mereka pergi, monyet-monyet berkeliaran memperebutkan sajen yang baru saja diberikan. Dan seorang turis bule yang montok, dinaikin monyet hingga lari terbirit-birit. So, just be careful when you're near them.


Agak siangan kami melewati Dirty Duck atau Bebek Bengil (ini kali kedua sebenarnya kami melewati tempat makan terkenal ini), dan segala rayuan (“ayo, lah sayang jarang-jarang kesini masa gak nyoba?” rayu Kaki Berbulu) akhirnya kami turun dan memutuskan makan disitu. Restorannya masi ramai, mengingat sudah lewat jam makan siang. Dan kami memutuskan makan di pendopo belakang. Oke liat menu, wow harganya cukup MAHAL! (yes, untuk ukuran profesi kami, mungkin kami adalah pelaku profesi ini paling kere sejagad raya!!) Jadilah makan Nasi Bebek Set (satu saja yah) seharga 67.000 IDR, dan kebetulan ketemu teman si Kaki Berbulu yang baru saja selesai makan juga (melihat meja mereka kayanya seorang dapet dua piring... hehehe, engga deng lebay).

Sepiring Nasi Bebek diantarkan (si embak-embak pasi mikir kasian amat ni orang pesen cuma satu). Oke, melihat bentuk si bebek, Muka Lebar berpikir “Mana Dirty-nya?”. Bebeknya bersih, Licin (ga ada bulu2 yg suka nyisa atau berintil2 cabut bulu), tidak ada minyak berlebih (kalo bilang gak berminyak gak mungkin, secara ini bebek goreng). Yang masak ini pasti belom pernah makan Bebek Sayang Anak atau Karang Empat di Surabaya atau bebek Yogi di Jakarta. Ini mah bebek bersih! Di hadirkan dengan komplimen apa (lupa gak terlalu berkesan) dan sambel mentah Bali (sambel bawang itu loh). Rasana enak. Dagingnya gurih dan empuk, apalagi dimakan sama sambel bawang (ngincipnya cm itu, jd komennya cm bisa itu aja) sisanya si Kaki Berbulu menandaskan Bebek Bengil yang bersih itu.

Kembalinya ke Kuta, saat sunset di apa Road gitu, apa sunset road yah? Tapi kami memang bisa menikmati sunset sambil berkendara. Tak lupa sebelum kembali ke hotel kami mampir ke Cozy untuk pijat refleksi.

Sesudah Pijat Refleksi, karena sudah terlalu malam, kami memutuskan untuk langsung makan malam. Biar searah kami makan di Warung Made yang terletak di daerah Seminyak.

Ini pertama kali si Muka Lebar makan di the famous Warung Made, and it is a really nice place to eat and hang out. Ambience-nya gembira dan ceria, dengan live music dan ada lantai dansa. Setiap orang makan, tertawa dan bergembira disana. It’s not a pub or bar, it’s a restaurant. Makanannya so-so, harganya lumayan mahal (Dari 30.000 IDR). Sayang sekali kita tidak mendapat tempat di bawah (pusat keramaian) kita mendapat tempat di lantai dua, namun tetap bisa mengamati keceriaan di lantai bawah.

Kembali ke hotel, capek sekali, langsung ngoroookkk. Groookkkk...

No comments:

Post a Comment